Rabu, 28 Agustus 2013

Story Galau Part 3

SMP atau SLTP gue mulai tumbuh rasa percaya diri yang tinggi, kenapa gue bilang tinggi, karena ada yang lebih cebol dari gue, sebelumnya gue ini anak yang paling pendek, tepatnya mendekati cebol. OMG! Udah gembot cebol pula (ilpil). Jaman gue SMP gue masih belum terlalu kenal dengan yang namanya gadget, maklum gue ini tinggal di desa yang belum terjamah manusia, manusia maksud gue di sini buka manusia yang cinta lingkungan tapi manusia yang justru merusak lingkungan, desa gue bener-bener adem ayem meski katanya kota gue, kota terpanas di Indonesia (pasti mikir di mana). Hidup gue masih alami seperti orang-orang kampung yang cupu-cupu (maaf) dan gue bangga dengan hal itu, kebiasaan gue sama temen-temen sekomplotan gue (ketika itu belum mengenal istilah genk) yaitu berenang di tanggul yang lumayan gede, main ke sawah buat ngurek –nyari belut- dan main sepuasnya sampe bener-bener bau matahari. Pokoknya kehidupan gue di kampung ini terkesan sederhana namun memiliki arti yang sangat dalam deh sob.
Di tahap ini gue menjadi orang yang sangat famous, siapa sih yang gak kenal gue, gue si anak kampung dengan suara emas (cie), kenapa gue bisa yakin sebegitunya, karena tiap kali ada organ tunggal di desa gue, gue gak pernah ketinggalan buat nyoba panggung itu dan mengeluarkan suara emas gue, pernah dilain waktu gue liat ada panggung, gue pikir itu panggung organ dan gue naik ke panggung itu dan mengeluarkan si suara emas gue, tapi naas terjadi sob, ternyata itu panggung buat para calon kepala desa yang akan dipake buat pemilu, betapa malunya gue saat itu. Kecintaan gue terhadap dunia musik semakin besar ketika untuk pertama kalinya gue liat ada ajang pencarian bakat yang bernama AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Acara itu sukses membuat gue berhayal tingkat tinggi untuk bisa mengikutinya, tapi karena usia gue yang jauh dari layak untuk mengikuti acara itu, akhirnya gue hanya bisa menghayal sebagai peserta, imajinasi gue yang terlampau tinggi ini gue lakukan dengan cara yang tidak normal, gue bilang tidak normal karena ketika itu gue mengidolakan salah satu peserta AFI yang menurut gue layak untuk menang tapi justru harus tereliminasi begitu saja, karena tradisi di acara itu sedikit unik dan ekstrim, yaitu bila ada pesertanya yang harus tereliminasi maka di situ juga harus pulang dan membawa kopernya, justru gue ikut-ikutan berlagak pulang dan membawa koper untuk pergi, gak tau deh gue pergi kemana.


Galih Maulana Septian, 28 Agustus 2013

0 Curcolll:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...