Rabu, 17 Juli 2013

Selamat Ulang Tahun, Revan


K
eringat mengguyur seluruh tubuhnya, ia berlari sangat cepat, menerobos semua orang yang menghalanginya, “Pintu terakhir... ya...!” pandangannya tertuju kepada satu pintu yang ada di depannya, namun seseorang bertubuh kekar menubruknya dari samping, Bruuukkk...!!! terjatuh, ia pun kehilangan kesadaran.
***
“Bunda...bunda...”
Sesosok tubuh kecil nan mungil berdiri di sampingnya, “Anter Revan ke kamar mandi dong bun?” “ Ternyata ini hanya mimpi”, batin Renata. Revan adalah anak pertama Renata, usianya baru akan menginjak lima tahun, “Sayang... sini bunda anter”. Renata adalah seorang ibu rumah tangga, ia memiliki suami bernama Evan yang bekerja sebagai Dokter, tahun-tahun yang membahagiakan bagi Renata karena memiliki anak dari suami yang sangat ia cintai.

“Sepuluh, sebelas, DUA BELAS !!, bunda... bunda... dua belas hari lagi Revan ulang tahun, Revan mau dirayain ya bun, ya ?” “Iya sayang, kamu mau hadiah apa ?” sambil menyiapkan sarapan untuknya “Revan mau mobil remote control ya bun?, yang besar...!” Renata tersenyum “Iya..., tapi habisin dulu makananmu?”. Sesosok tubuh kekar berpakaian rapih menghampiri Renata, “Honey, aku berangkat dulu ya?” sambil mencium kedua pipi Renata dan Revan “Kamu gak sarapan dulu ?” tanya Renata “Nanti aja, sibuk banget nih masih banyak pasien yang harus dikontrol” sambil merapihkan dasinya “Ya sudah, hati-hati ya honey?” “Bye...”.
***
Ciiiiiiiittttt
Suara mobil direm, sebuah mobil memasuki pelataran Taman Kanak-kanak  “Sayang nanti bunda jemput lagi ya, bunda mau belanja dulu” mencium pipi Revan “Iya bun, Revan masuk dulu ya, da..dah...” melambaikan tangannya “Yang rajin ya belajarnya”.
mobil merah menyala itu pun melaju dengan kencang, sebuah supermarket menjadi tujuannya.
“Minyak sayur, sudah!, shampo, sudah!, sosis, sudah!...”
“Ibu Renata ya?” sesosok wanita cantik dengan berpakaian seksi berdiri di sampingnya. “Iya, kamu siapa ya?” “Kenalin, namaku Winda, aku suster di tempat suamimu bekerja” “Oh... ada kepentingan apa ya?” dengan raut muka kebingungan “Ah nggak, aku nge-fans banget loh bu, sama pak Evan, dia itu sangat berwibawa, supel dan yang terutama... ganteng!, kalo aku jadi ibu, aku gak bakalan lepasin dia” “Maksud kamu?” dengan nada sedikit kesal “Ya ampun ibu, semua orang di Rumah Sakit Citra Buana juga udah pada tau kali, Pak Evan itu lagi deket sama Vini, suster baru di sana” “Jangan bicara sembarangan ya, kamu! Nggak mungkin suami saya selingkuh!” dengan nada yang meninggi dan raut wajah yang kesal “Aku sih nggak bakalan maksa ibu buat percaya, tapi jangan nyesel aja nantinya, aku cuma ngasih tau aja! Maaf kalau aku ganggu dan buat ibu kesal, permisi...!” wanita itu pun berlalu meninggalkan Renata yang terdiam, memikirkan perkataan Winda yang beranggapan bahwa Evan telah selingkuh. Bingung, kesal, sedih menyelimuti seluruh isi hati Renata.
Malam yang hening membuat semua orang  yang terjaga tergoda untuk terlelap dalam balutan hangat selimut, tapi tidak untuk Renata, ia masih memikirkan apakah benar perkataan wanita di supermarket tadi, ataukah hanya sebuah fitnah yang bisa dalam sekejap menghancurkan rumah tangga mereka. “Aku harus cari tau kebenarannya!” batinnya.


Siangnya Renata berniat mencari tahu kebenaran tentang perkataan wanita tersebut, ia mendatangi rumah sakit tempat Evan bekerja tanpa sepengetahuannya. Memang selama ini Evan kurang terbuka dalam masalah pekerjaan kepada Renata, namun kepercayaan itu kali ini harus dipertanyakan kembali. Dia menuju ruang kerja Evan, akan tetapi ketika akan memasuki ruangan tersebut ia melihat ada seorang wanita sedang berbicara kepada Evan.
“Suster, tolong bawakan berkas ini kepada Dokter Handoko ya?” suruh Evan “Iya dok, oh iya dok, boleh aku bicara sesuatu?” dengan nada yang gugup “Mau nanya apa?” “A...aku...” “Kamu kenapa, kok kelihatannya gugup gitu?” dengan sedikit bingung “Ak...aku hamil dok!”. Kontan Renata syok, dia urungkan kembali niatnya untuk masuk, berlari meninggalkan rumah sakit. “Sakit, sakit hati ini... kepercayaan yang ku berikan, musnah sudah!”batinnya.

“Wah selamat ya  suster Dinda, pasti suamimu seneng banget ngedengernya” “Iya dok, aku harap juga begitu karena ini anak pertama kita...” dengan mata yang berbinar-binar.
***
Tangisan bak hujan yang begitu derasnya menetes tiada henti, Renata begitu sedih mendengar percakapan tersebut, hatinya serasa disayat seribu silet yang membuatnya luka yang teramat sangat, hidupnya serasa sudah hancur dimakan kebohongan-kebohongan yang dilakukan Evan. “Bunda, bunda kenapa?”,tanya Revan. Tak ada jawaban dari Renata. “Bunda kenapa bun?”, tanya Revan kembali. Masih tak ada jawaban. “Bun...”. “Sudah diam! Masuk kamu ke kamar!!!”, bentak Renata. Revan kaget, dia menangis, berlari meninggalkan Renata.
Renata merasa sangat dibohongi, kepercayaan yang ia jalin selama ini berbuah kebohongan pahit  yang harus ia makan, sejenak terdiam, ia berfikir, menghelan nafas “Kalau kamu selingkuh, aku juga bisa!” benaknya. Renata melepas pakaiannya menggantinya dengan pakaian yang seksi dan bergegas pergi meninggalkan Revan sendiri di dalam rumah.
“Bunda...kenapa?” batin Revan, ia berdiri di depan pintu sambil memandang Renata yang terus menjauh.
Empat jam berlalu, terdengar suara mobil di luar, Revan bergegas ke luar “Ayaaah...” langsung memeluknya “Sayang, kenapa kamu menangis? Di mana bunda?” Revan tak henti-hentinya menangis “Bun...bun...” terisak “Bunda kenapa?” “Bunda pergi yah...” “Pergi kemana sayang?” mulai kebingungan “Nggak tau... Revan di tinggal sendiri di rumah...” masih menangis, Evan mengeluarkan handphone dalam sakunya “tuuuuut...tuuuuut...tuuuuut...maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak akt” ditutupnya handphone dan kembali menelfonnya, namun tetap saja sama, tak ada jawaban, kemudian Evan membawa Revan masuk ke rumah “Sayang kamu udah makan?” Revan menggeleng, “Oke kita masak ya...?” “Emangnya Ayah bisa masak?” mengejek Evan di sela-sela isakannya “Wah...wah... kamu ngeledek Ayah ya? Gini-gini juga Ayah jago masak loh, mau bukti?” sambil menggelitiki Revan “hihihi...”.

Satu hari. Dua hari. Tiga hari, Renata masih belum pulang juga, telfon pun tidak di aktifkannya, Evan mulai cemas, kemana sebenarnya Renata pergi tak ada kabar sama sekali, “Yah, kok Bunda belum pulang juga ya?” Evan hanya bisa tersenyum bingung “Bunda ke rumah temannya dulu sayang, ada temannya yang sakit” menjelaskan. “Yah minggu depan di sekolahan Revan ada lomba lari, Revan ikutan Yah, Ayah datang ya?” “Iya sayang, Ayah pasti dateng” “Ayo tidur, udah malam nanti kamu kesiangan sekolahnya” “Boleh Revan tidur sama Ayah?” “Emangnya kenapa kamu mau tidur sama Ayah?” “Soalnya Revan takut bakalan kangen sama Ayah” “Kok kamu ngomongnya kaya gitu? Ayah gak bakalan ninggalin kamu kok, ya udah, yuk, tidur sama Ayah” sambil menggendong Revan. Jam sudah menunjukan pukul tiga pagi, suara mobil terdengar dari pelataran rumah, Evan terbangun.
“Dari mana aja kamu?” tanya Evan, “.....”  tak ada jawaban. “Hey, aku bicara sama kamu !!” “Berisik ! aku mau tidur!” bentak Renata,  Plaaakkk!!! Evan menampar Renata “Apa-apaan sih kamu Van, ini sudah malam dan aku gak mau ribut!” “KEMANA KAMU!!” bentak Evan keras “Aku dari rumah Thomas, puas kamu!” “Ngapain kamu kesana!” “Itu urusanku, bukan urusanmu!” “Kamu itu istriku, jadi aku berhak tau!!” “Oh gitu? Kalau aku tanya siapa Vini kamu mau jawab?” “Vini? Vini mana?” “kebingungan “Jangan pura-pura gak ngerti deh, aku tau kamu selingkuhkan dengan pelacur itu kan! Suster di rumah sakit tempatmu bekerja!” “Kenapa kamu berpikiran kalau aku selingkuh dengan Vini?” “gak usah ngelak deh, dia hamil kan?!” “Ha...hamil? maksud kamu apa?” semakin kebingungan “Apa perlu ku pertegas? Kamu sudah menghamili Vini kan?” Evan pun terpancing emosinya “Oh, jadi kamu menganggap aku sudah menghamili Vini? Oke kalau kamu tidak percaya aku akan hubungi dia!” “Silahkan!!” “Ren...Ren...Renata... aku belum selesai bicara...!” berlalu meninggalkan Evan. Revan yang terbangun dan melihat kejadian itu menangis, Evan menghampiri Revan dan memeluknya “Sayang kok kamu gak tidur? Udah jangan nangis, yuk kita tidur lagi?” ajak Evan sambil menggendongnya. Evan tak habis pikir, mengapa ia dituduh menghamili Vini dan kenal dari mana dengan Vini? Pertanyaan itu selalu timbul dalam benaknya. Diambilnya handphone di atas meja, ia berniat menelfon Vini namun sayang tak ada jawaban dari Vini.

***

Paginya Evan mengantarkan Revan sekolah sebelum ia berangkat kerja, “Aku harus meluruskan kesalahpahaman ini!” benaknya, mobil sudah sampai parkiran Rumah Sakit, ia berlari mencari suster Vini. “Sus, apa suster Vini sudah datang?” tanya Evan kepada bagian absensi “Suster Vini cuti, dimulai dari hari ini Pak” “Kenapa mendadak sekali ya?” “Katanya dia mau pulang kampung dulu ke Yogyakarta, ibunya sedang sakit, gak ada yang mengurusin ibunya”. Sesosok wanita berdiri di sampingnya “Ada apa Pak?” tanya suster Winda “Oh nggak ada apa-apa kok” berlalu meninggalkannya. “Aku tau apa masalahmu Van”pikirnya dalam senyum penuh kepuasan.
“Harus kucari kemana kamu Vin, aku tak mau masalah ini berlalu berlarut-larut” benaknya, hari itu Evan tidak konsentrasi bekerja, ia memutuskan untuk pergi mencari Vini akan tetapi ia sadar siapa yang akan merawat Revan selama ia pergi mencari Vini? Karena Renata lagi-lagi meninggalkan rumah tanpa memberitahu mau kemana. Ditelfonnya Haris, Haris merupakan teman terdekat Evan sejak dari bangku kuliah, “Hallo, Haris ? Ris bisa bantuin aku gak ?...” setelah berbincang-bincang cukup lama akhirnya Haris mau membantu Evan dengan menitipkan Revan kepadanya.

***
Keesokan harinya seperti yang sudah dibicarakan ditelfon, Evan berniat mengantarkan Revan ke rumah Haris, kebetulan hari itu Haris sedang ada di rumah, “Ayah, perginya jangan lama-lama ya, Revan bakalan kangen banget sama Ayah...” memeluk Evan. “Ia sayang, Ayah janji ga bakalan lama-lama kok... sudah sana, tuh om Haris udah nungguin” mencium kening Revan “Da...dah... hati-hati ya Yah?”. Mobil Rush hitam melaju dengan kencangnya. Perjalanan yang cukup jauh akan ia tempuh, diambilnya handphone dari saku, ia berniat untuk menelfon Vini kembali, namun percuma, nomornya masih tidak aktif. Perjalanan yang benar-benar panjang kali ini, sungguh sulit untuk mencari rumah kediaman keluarga Vini, sudah dua hari Revan mencarinya namun sia-sia saja, tapi ketika ia benar-benar sudah merasa putus asa Revan pun menemukannya, terlihat Vini sedang berjalan dipinggir jalan bersama seseorang, sontak Evan langsung keluar dari dalam mobil “Vin...Viniii....!” “Pa... pak Evan ? sedang apa di sini?” tanya Vini “Plis, ikut denganku, hanya kamu orang yang bisa menyelesaikan semua masalah keluargaku” Vini bingung, mengapa ia disangkut-sangkutkan dengan masalah keluarganya Evan? Evan pun menjelaskan semua kejadian yang menimpa kepadanya, “Ayo ikut denganku?” sambil menarik tangan Vini masuk ke dalam mobil “Pak...pak...pak Evan!” bentaknya “Aku nggak bisa...” “Nggak bisa? Ke...kenapa?” kebingungan “Aku akan menikah pak...” “Menikah? kapan?” Lusa pak, karena ibu sakit dan beliau ingin melihat aku menikah sebelum ia meninggal...” terangnya. Ada kegalauan dalam pikirannya karena hanya Vini lah harapan satu-satunya agar hubungan keluarganya tidak hancur karena kesalahpahaman ini. Revan pun pulang dengan harapan kosong.
Mobil tiba di depan rumah kediaman Haris, sudah pukul 03.45 pagi, seseorang membukakan pintu rumah, Haris, ia masuk ke dalam mobil Revan. “Gimana Van?” “.....” hening, setengah jam tak ada percakapan diantara mereka “Aku bingung Ris, gak tau harus gimana, Vini gak bisa ikut karena dia mau  married besok dan aku gak bisa maksain dia buat ikut” Evan menunduk, menangis “Sabar ya Van, aku ngerti banget perasaanmu kok” menenangkan “Aku gak ngerti apa yang ada di pikiran Renata? Mengapa pikirannya begitu dangkal, aku...aku..” kembali terisak ia memeluk Haris “Udah...udah... gak enak dilihat orang, yuk masuk ke rumah...” ajaknya. Di dalam rumah, Evan termenung pikirannya kalang kabut, lelah, tertidur.
Evan terbangun, sepi, selimut menutupi tubuhnya, sekarang sudah pukul 12.24 “Shit! Aku telat kerja...!” teriaknya, ia menuju ke dapur, di sana ada istrinya Haris, Mia namanya, Mia merupakan teman sekelas Evan dulu, wanita yang ramah, wajar kalau Haris mengejar-ngejarnya kala itu. “Mia, Haris mana?” “Dia kerja Van...” sambil mencuci piring “Revan di mana?” tanya Evan kembali “Tuh, di taman belakang lagi maen sama Michael” “Oh, sorry ya kita ngerepotin keluarga kalian?” jelasnya, Mia menoleh seraya tersenyum hangat “Andai Renata seperti Mia...” batinnya.
***
Sinar mentari menyoroti sebuah kamar yang kecil nan penat, “Ahh... silau...!” bentak Renata kepada seseorang yang membukakan jendela, “Ren, bangun! Pacarku bentar lagi mau dateng nih dan aku gak mau kamu ada di sini” “Bentar lagi lah Thom, aku masih ngantuk nih...” jelasnya seraya menutupi mukanya dengan selimut, “Gak bisa! Kamu nggak dengar ya? Cepetan pulang!” paksa Thomas “Iya... iya tapi aku mandi dulu ya?” “Cepetan!” bentaknya “Iya... iya... Bawel!” tegasnya “Wanita gila, dia mau-maunya diporotin, udah enak-enak hidup senang, eh, malah milih kaya gini, kasian banget si Evan...” batinnya. Setengah jam kemudian, “Thom mana bajuku?” “Tuh di belakang kursi” jelasnya, “Rena kenapa sih kamu milih hidup gak karuan kaya gini, perasaan dulu kamu gak senakal ini deh, kasian banget anak sama suamimu...” tanya Thomas “.....” “Rena...” “Udah ah berisik! Aku ga mau ngebahas itu, aku ke sini pengen happy, jadi gak usah kamu tanya apapun tentang keluargaku!” “Hahaha... aku kan cuma nanya aja, so gak usah marah gitu dong” Renata lenyap dikamar itu seketika. Dalam perjalan menuju rumah, Renata terpikirkan kata-kata dari Thomas, ia menangis, dalam hatinya ia tidak ingin seperti ini namun ia selalu teringat kejadian kala itu yang membuat hatinya hancur. Riiiiiiiiiiiiiiiiiiiing Riiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing... suara handphone berbunyi, dilihatnya handphone itu, ada sebuah pesan masuk, dari Evan “Honey, pulanglah, tak ada yang menjaga Revan di rumah, aku sedang kerja, aku harap kamu mengerti, dia sangat merindukanmu...” di simpannya handphone itu.
Mobil Renata tiba di rumah, Revan yang melihat langsung berlari ke arah mobil Renata “Bunda...Bunda... Revan kangen banget sama Bunda, Bunda kemana aja sih?” tanya Revan, Renata hanya diam masuk ke dalam rumah dan menuju kamar, Revan mengikuti, “Bunda, lusa Revan ada lomba lari, Bunda dateng ya?” Renata rebahan “Bunda, masa tadi di kelas ada anak perempun ngompol...” Revan terdiam, ia melihat Renata tertidur pulas. Revan lapar, ia menuju dapur untuk mencari makan, ketika ia akan mengambil piring untuk makan tak sengaja piring yang dipegangnya terlepas dan Praaaaaaaaaaaaannnggg....!! pecah, kontan Renata terbangun dan berlari ke arah dapur, ia melihat Revan yang terpaku kaget “ANAK NAKAL!!” di pukulnya Revan dengan sapu sehingga menyebabkan memar di tangannya, Revan menangis dan berlari ke kamar. Renata yang terlanjur kesal bukannya membereskan malah pergi kembali ke kamar untuk tidur.
Setibanya Evan di rumah, ia melihat keadaan rumah yang gelap, ia nyalakan lampu dan bergegas ke kamar Revan sambil memanggilnya “Revan... Revan...” dibukanya pintu kamar Revan dan menghampiri dirinya di tutupi selimut “Ayaaah...” tangisan Revan meledak Evan terhentak kaget, “Kenapa kamu, sayang?” Revan menggeleng, tak sengaja Evan melihat tangan Revan memar “Sayang, ini kenapa?” menggeleng “Kamu kenapa, sayang? Bicara sama Ayah...” “Evan mecahin piring dan dipukul sama Bunda tapi Ayah jangan marah sama bunda ya, Revan gak apa-apa kok...” seketika mata Evan memerah “Nggak, Ayah gak marah, bunda di mana sayang?” “Bunda di kamar, lagi bobo...” “Ya sudah ayah mau ke kamar dulu ya, kamu diem dulu aja di sini, kamu pasti belum makan? Nanti ayah masakin ayam goreng ya buat kita makan, kamu di sini dulu aja” seketika Evan pergi meninggalkan Revan, ia menuju kamarnya dan melihat Renata yang tertidur pulas “RENATA! BANGUN!” bentaknya, di tariknya lengan Renata “Apa-apaan sih kamu? Ganggu orang tidur aja?!” “Seharusnya aku yang bilang seperti itu! Kamu apakan anak kita?” “Emangnya kenapa dia?” “Kenapa? Kamu bilang kenapa? Kamu apakan tangannya hingga memar gitu?” “Ah, Cuma dipukul pelan aja, jangan lebay deh!” “Lebay..?” Plaaaak!!! Tamparan mendarat di pipi Renata seketika Renata terjatuh ke kasur “Kamu itu kenapa sih? Berubah! Nuduh aku selingkuh dan sekarang gak peduli ke anakmu sendiri?! Apa sih maumu?” “Apa mauku? Aku mau kita cerai! Aku gak kuat punya suami selingkuh kaya kamu!” “Oke kalau memang kamu mau kita cerai, aku gak keberatan! Aku juga sudah lelah punya istri sepertimu!”, Evan meninggalkan Renata yang terduduk memegang pipinya.
***
“Ayah... udah siap belum? Revan takut telat nih...” gegasnya “Iya sayang, ayah lagi pake sepatu dulu...” “Yah, bunda mau ikut gak ke sekolah Revan?” “Bilangnya sih, mau, palingan nyusul ya, gak apa-apa kan sayang? Revan menunduk “Sayang jangan cemberut gitu dong...” “Revan cuma pengen bunda kaya dulu lagi...” memeluk Evan “Bunda lagi ada masalah, jadi pikirannya lagi kacau, nanti juga kaya dulu lagi kok...” meyakinkan.
Revan berbaris, tepatnya di barisan ketiga atau di tengah-tengah, matanya fokus tajam “Siap ya anak-anak? Satu...dua...tiga...!!!” Revan berlari dengan cepat, matanya lurus ke depan ada hasrat yang besar untuk menang, sebab ia ingin mempersembahkan piala ini kepada bundanya, Renata, ia terus berlari, berlari sangat kencang, dan Priiiiiiiiitt......!!! menang, Revan menang, Evan yang berdiri di bangku penonton tersenyum, bangga. Revan berlari ke arah Evan “Ayaaah... Revan menang yah!” “Anak ayah memang jagoan nanti kita rayain ya...” “Pialanya ini buat bunda yah...” Evan tersenyum, haru.
Setibanya di rumah Revan berlari ke kamar untuk mencari Renata tetapi Renata ternyata tidak ada “Bunda...bunda...” Revan memutari rumah namun nihil. “Ayah, bunda kok gak ada?” “Nanti biar ayah telfon dulu ya...” di telfonnya Renata, tak ada jawaban darinya nomornya pun tidak diaktifkannya. “Kemana lagi dia...” batinnya, “Sayang kamu maen di rumah om Haris dulu ya? Ayah mau nyari bunda dulu..” “Iya yah, cepetan bawa bunda ya?”.
Setelah Evan mengantarkan Revan ke rumah Haris, ia langsung pergi ke rumah Thomas untuk mencari Renata dan benar saja, Evan mendapati Renata yang sedang berduaan bersama Thomas, seketika Evan marah dan langsung menghajar Thomas, Renata yang kaget hanya terdiam di pojok kamar, Evan tak henti-hentinya menghajar Thomas yang sudah babak belur hingga tak sadarkan diri. Setelah sadar Thomas tak sadarkan diri, Evan terduduk lemas, pikirannya kacau sama halnya dengan Renata, mereka mengira Thomas mati, “Van, ayo kita pergi dari sini, aku tidak mau polisi menangkapmu” Evan masih terdiam ia tak sadar apa yang di lakukannya, Renata menariknya keluar dan masuk ke dalam mobil dengan meninggalkan Thomas yang masih tak sadarkan diri. Renata mengemudikan mobil Evan, entah kemana arah tujuannya hingga terhenti di suatu tempat yang sunyi, Evan masih terdiam dia sepertinya masih belum benar-benar sadar dengan apa yang ia lakukan. Renata hanya menangis, ia terus mengutuki dirinya dan Evan atas kejadian ini. “Andai saja kau tak selingkuh, mungkin tidak akan terjadi hal ini” maki Renata, Evan yang sedari tadi diam angkat bicara “Aku tidak selingkuh!” “Masih saja mengelak! Aku sudah tau Van, aku mendengarnya sendiri dengan telingaku, seorang wanita bicara dan mengaku kalau dia hamil!” “Hamil...? aku tidak pernah menghamili siapa pun apalagi selingkuh!” tetap bersih kukuh “Telingaku ini masih bisa mendengar dengan jelas sekali Van, sudahlah apa sulitnya mengaku!” bentak Renata “Sungguh demi Tuhan aku tidak melakukannya, kapan kau mendengarnya?” “Aku pergi ketempatmu kerja waktu itu dan tanpa sengaja aku mendengarkan percakapanmu dengan salah seorang suster dan suster itu mengaku telah hamil...” “Tunggu, tunggu, sepertinya kamu salah paham, apa kau mendengarkannya sampai selesai?” “Waktu itu pikiranku sedang kacau, aku langsung pergi!” “Aku yakin kau salah sangka, karena waktu itu aku sedang mengobrol dengan suster Dinda mengenai ke hamilannya” diam sejenak “Kalau kau tidak percaya aku akan mengantarkanmu ke rumahnya”. Kali ini Evan yang mengemudi, ia menuju ke kediaman suster Dinda, malam yang dingin tak lagi dirasakan oleh mereka.
Tooook...toooook...tooooook...
Tak ada jawaban, toooook... toooook... “Iya sebentar...!” seseorang dari balik pintu berbicara, dibuka pintunya “Eh, pak Evan ada apa ya?” “Maaf sekali mengganggumu dini hari begini, aku ingin kau menjelaskan kepada istriku ini bahwa kita dulu pernah mengobrol masalah ke hamilanmu, benar kan?” “Iya, memangnya ada apa ya?” kebingungan, Evan pun menceritakan masalah yang terjadi di keluarga mereka belakangan ini dan dibantu oleh suster Dinda hingga semuanya menjadi jelas, tak lupa Evan pun menjelaskan tentang suster Vini dan si penghasut, Winda. Pagi pun datang membawa kebahagiaan kepada Evan dan Renata semua masalah yang menimpa mereka seketika itu pun terselesaikan karena ada keterbukaan diantara mereka, mereka pun pamit kepada suster Dinda dan pergi pulang menjemput Revan di rumah Haris, selama dalam perjalanan mereka seperti pasangan baru, yang saling mencintai, Renata meminta maaf atas kekhilafannya selama ini begitu juga Evan karena tidak terbuka kepada Renata. Sesampainya di seberang rumah Haris, terlihat Revan sedang bermain bersama Michael anaknya Haris, ketika Evan dan Renata turun dari mobil, Revan tersenyum dan berlari ke arah mereka namun sayang ketika Revan hendak menyebrang jalan sebuah motor melaju kencang dan menabrak Revan dengan sempurna, seketika Revan terpental, Renata yang melihat kejadian itu hanya bisa menjerit histeris dan Evan berlari menuju Revan yang terkurai lemas di jalan “Revaaaann...!!!”. Dalam perjalanan menuju rumah sakit Revan berkata “Bunda, akhirnya bunda kaya dulu lagi, Revan seneng banget, jangan berubah lagi ya bun, Revan sayang bunda” sambil memegang tangan Renata, Renata hanya bisa menangis “Ayah, Revan sayang ayah, ayah emang ayah yang paling baik sedunia...” “Udah sayang jangan banyak bicara, bentar lagi nyampe, kamu yang kuat ya...” cemas. Namun sayang kata-kata itu merupakan kata-kata terakhir dari Revan, Evan dan Renata menangis sejadi-jadinya, anak yang mereka sayangi harus terlebih dahulu meninggalkan mereka.
***
Seorang wanita terduduk di depan jendela, melihat hujan yang mengalir dengan derasnya, ia memegangi sebuah piala dan secarik kertas bertuliskan “Piala ini buat bundaku tercinta, Revan sayang bunda”, ya, wanita itu adalah Renata, ia berada di Rumah Sakit karena guncangan jiwa yang sangat berat dan depresi dengan berniat bunuh diri sebab di tinggalkan mati anaknya, ia merasa bersalah karena ia telah menyia-nyiakannya. Sedangkan Evan harus ditahan karena penganiayaan terhadap Thomas, hidupnya kali ini benar-benar serasa hancur, ditinggalkan orang-orang yang ia sayangi semua. “Revan...itu Revan anakku, sedang bermain bola, aku akan menemuinya” batinnya namun ketika ia akan keluar, di halangi oleh suster untuk tidak pergi kemana-mana, ia melawan mendorong suster itu hingga terjatuh, Renata berlari menerobos semua yang menghalanginya ia hanya ingin bertemu dengan Revan yang sedang bermain bola, ia berhasil mencapai pintu akhir “Pintu terakhir... ya...!” batinnya namun ketika ia akan mencapai pintu terakhir seseorang bertubuh kekar menghadang dan menubruknya dari samping “Aku mohon aku hanya ingin bicara pada anakku, aku ingin mengatakan...selamat ulang tahun...Revan” ia pun kehilangan kesadaran.


The End


Galih Maulana Septian, 26 Desember 2012

0 Curcolll:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...