Rabu, 17 Juli 2013

TTM (Teman Tapi Musuh)

P
anas matahari seolah membakar permukaan bumi menjadikan bumi ini dikelilingi dengan gurun api dimana-mana dan membakar semua yang ada, dari tahun ke tahun suhu bumi semakin meningkat, wajar saja kalau bumi tercintaku ini diselimuti dengan bencana-bencana yang terjadi dimana-mana, perubahan musim yang tidak biasa, kekeringan, banjir, kelaparan, melanda hampir diseluruh belahan dunia, hanya segelintir orang yang peduli kepada kondisi alam ini, tentunya dengan pikiran sok bijakku ini. Cuaca hari ini berhasil membuat tenggorokanku kering, harus kucari dimana tempatku bernaung selama kurang lebih empat tahun ini, kosan! Itu yang kucari saat ini, mataku tertuju kepada satu rumah besar berwarna biru muda, kulihat ada selebaran yang tertempel di pintunya, “terima kos-kosan untuk lelaki, kosong 3 kamar”, langsung kuhubungi nomer yang tertera di pojok kanan bawah “Hallo... Ibu, aku Philip, aku melihat ada kamar kosong yang ditempel dirumah ini...”, akhirnya dari perdebatan panjang antara aku dengan pemilik rumah, kita pun menemukan kesepakatan, akhirnya aku mendapatkan kosan yang akan ku tinggali setahun ini, rumahnya memiliki enam kamar dan yang terisi ada tiga denganku menjadi empat, untungnya kosan ini menyediakan kasur dan lemari baju sehingga aku tidak harus membeli kasur dan lemari baju, so untuk menghemat pengeluaran juga.
***
Malam harinya, aku berniat menyapa teman sekosanku yang sudah lebih dulu tinggal di sini, ku awali dengan kamar paling pojok, Took...toook...tooook...!! masih hening, ku ulang untuk mengetuk pintunya Took...toook...!! terdengar dari dalam kamar seorang membukakan kunci dan membuka pintu, sesosok pria dengan  badan sedikit lebih tinggi dariku berdiri dihadapanku diiringi senyuman yang hangat “Iya... bisa kubantu?” dengan senyum yang melekat erat “Oh ya, gue Philip anak baru di kosan ini...” menjulurkan tangan “Gue Orlando, panggil aja Lando, gue baru semester tiga...” “Oh, gw kira kita seangkatan, kakak kuliah di mana?” “Gue di UCI, jurusan sastra Inggris, jangan paggil kakak, panggil nama aja, kalo lo?” “Gue juga sama, tapi gue jurusan sastra Jepang” kami pun terlibat percakapan yang seru, tak lama aku mendengar suara pintu dibuka, rupanya dari kamar sebelah seseorang dengan kacamata dan bertubuh kekar keluar dari kamar tersebut, kuberanikan untuk menyapanya “Hai... gue Philip” “.....” tak ada balasan darinya, “Lando, gue pinjem novel lo yang kemaren dong” “Oh iya, sebentar...” Lando masuk kedalam kamar untuk mengambil novel yang dibicarakan tadi “Nih..tapi lo kenalan dulu dong sama teman baru kita ini...” “Ga penting kenalan, nanti juga kenal sendiri!” mengambil buku dari tangan Lando seraya lenyap masuk ke dalam kamar. “Jangan diambil hati ya, dia emang gitu, tapi sebenernya dia baik kok...” “namanya siapa?” “Jhon, Jhon Fernando” orang yang dingin, batinku.


Karena hari ini belum dimulai perkuliahan, aku berniat untuk lari pagi, maklum dari dulu hobiku memang olahraga apalagi fitness, karena aku belum tahu daerah ini, jadi lari pagiku kali ini hanya se keliling daerah sekitar saja, sepatu sudah kupakai tinggal mengunci pintu kamar “Hei, mau kemana?” tanya Lando dari depan kamarnya “Olahraga pagi, mau ikut?” “Nggak ah, masih ngantuk mau tidur lagi...” “Emang ga ada jadwal kuliah ya?” “Kebetulan hari ini ga ada jadwal, jadi agak santai...” “Oke deh, gue pergi dulu ya?” “Sip, hati-hati sob...”. Jadwal kuliahku dimulai dari minggu depan, karena hari ini hari kamis, dan masih ada sisa empat hari dengan hari ini untuk bersantai-santai. Sudah cukup jauh aku berlari, aku lupa jalan pulang aku hanya berputar-putar tak tentu arah, bingung, tapi sepertinya aku melihat sesosok orang yang tak begitu asing, “Jhon!” teriakku, aku berlari kearahnya “Lo mau kemana?” “Kekampus lah, kenapa lo?” “Ah nggak, lo kuliah di mana?” “Kalau ini cara lo basa-basi, berarti kemampuan berbahasamu perlu diperbaiki!” terhentak, kaget “Sebenernya gue Cuma mau nanya aja...” “.....” hening tak ada jawaban “gue ga tau jalan pulang...” senyum sinis  “Lo lurus aja, nanti belok kanan, terus ada gang kecil masuk sana, nanti lo belok kiri, nah itu jalan ke kosan!” “Oke... thanks ya?...”.
***
Seminggu kemudian, aku sudah memulai kuliah jadwal yang padat diawal perkuliahan, cara belajar pun jauh berbeda dengan sewaktu aku di SMA dulu, lebih rumit, di kelas beragam orang dengan beragam status mewarnai kelas ini namun ada yang berbeda di dalam kelasku, di sini orang-orangnya tidak berbaur, hanya bermain dengan yang mereka anggap cocok saja, aku sendiri tidak berbaur dengan siapa-siapa, tak ada yang sehati denganku jadi setelah perkuliahan langsung pergi pulang, namun setelah beberapa bulan aku mulai terbiasa dengan keadaan seperti ini bahkan aku mulai mempunyai teman yang sehati denganku ditambah lagi ada sesosok gadis cantik yang menarik perhatianku ia bertubuh ramping dengan tinggi semampai, rambut lurus rapih dengan kacamata menempel di matanya, Selena, itulah namanya. Sama seperti lagu ‘Wajahmu mengalihkan duniaku-Afgan’ gadis manis nan simpel itu telah mengalihkan duniaku, beragam cara aku lakukan untuk mendapatkan perhatiannya namun sia-sia, gadis yang dingin.
***
Pagi ini tak ada jadwal kuliah, sampai saat ini aku masih belum melihat teman kosanku yang berada di depan kamar Lando, kemana ya kira-kira? Kucoba mengetuk pintunya, Took...toook...!! “...” hening “Phil, ada apa?” tanya Lando mengagetkan “Gue cuma mau nyapa temen depan kamar lo, ko gue belum ketemu dia ya selama gue tinggal disini?” Lando tersenyum “Besok sore juga lo bakalan ketemu dia kok...” “Kenapa besok, memangnya dia kemana?” “Pergi pulang kampung...” “Oh, gue kira dia gimana gitu..” “Gimana gitu, gimana?” “Hahaha... udah lupain aja” “Mau main ke kamar gue ga?” “Boleh...” aku pun masuk kedalam kamar Lando, takjub, kamar yang bersih, rapih, dan nyaman, dindingnya bercorak Classic felt, untuk ukuran pria kamar ini terlalu rapih dan bersih, jarang-jarang ada kamar yang nyaman seperti ini dan ada satu poster gambar yang bertuliskan We love freedom and love G ntah apa arti dari huruf ‘G’ itu, aku terkesan dengan kamarnya benar-benar membuatku nyaman. “Lo hari ini ga ada kuliah?” tanya lando dalam lamunanku “Ah, apa?” “Lo ga kuliah? kenapa lo ngelamun?” “Nggak ada kuliah kok, di sini nyaman banget, gue betah...” sambil menghempaskan tubuh ke kasur “Hahaha... semua orang yang masuk kamar ini pasti bicara seperti itu, oh iya gue ke toko dulu ya ada yang mau gue beli, lo di sini aja dulu” berlalu meninggalkanku sendiri dikamarnya, satu jam, dua jam, Lando belum juga datang, aku melihat ada sebuah kotak di pojok kamar, sangat menarik perhatianku, kuambil kotak itu dan... “Jangan coba-coba buka kotak itu!!” bentak Lando, kaget “Sorry... gue ga tau, belum gue liat kok, nih..” direbutnya kotak itu dari tanganku “Maaf gue udah bentak lo, bukan maksud gue...” “Gue ngerti ko, nyantai aja kali, eh si Jhon nyampe sekarang masih belum nyapa tuh ama gue, terakhir kali nyapa pas gue nyasar lari pagi, ada apa sih dia ke gue, kayanya benci banget!” “Dia emang gitu, sebenernya dia baik kok” senyum hangat “Iya sih, pada saat gue nyasar juga dia ngasih tau jalan pulang, tapi gue penasaran aja, kenapa dia kaya gitu, terus kenapa kalo ke lo nggak?” “Karena gue tau dia” “Kaya pacaran aja, hahahaa...” “Kenapa, lo cemburu?” “Jiah, ngapain gue cemburu, emangnya gue gay?” “hahaha...”.
***
Konichi wa, hajime mashite watashi wa Philip desu...” sebuah pembelajaran dasar tentang percakapan dalam bahasa Jepang, aku sendiri memilih jurusan sastra Jepang karena dulu sewaktu di SMA merupakan mata pelajaran fovoritku, “Philip, coba tunjuk satu orang untuk maju ke depan untuk melakuakan percakapan denganmu” ujar dosenku, tak pikir panjang lagi langsung kusebut namanya “Selena!” terlihat dia agak kaget dengan panggilanku, hari ini ia terlihat cantik dengan menggunakan baju kemeja yang dibuka dan kaos didalamnya yang berwarna hitam pekat serta bibir tipis yang eksotis menurutku. Sepulang kuliah perutku seperti ditusuk beribu jarum, lapar rasanya dan tujuanku kantin depan kampus, saat ku arahkan wajahku kekantin itu kulihat Selena sedang berjalan meninggalkan kantin bersama seorang pria, dengan kulit putih bersih serta bertubuh atletis, bergandengan! Rasa lapar seketika hilang tersisa rasa sakit dan jengkel, kuurungkan niatku untuk makan, aku ingin tahu sebenarnya siapa pria yang bersamanya tersebut kuselidiki mau pergi kemana mereka, sebuah taman yang sepi menjadi tujuannya, mereka duduk diantara taman tersebut dan terlibat percakapan yang seru, terlihat dari gerak tawa, canda diantara mereka, kuperhatikan dari tempatku cukup lama, tak ada sesuatu yang terjadi namun setelah aku berniat pulang pria itu mencium kening Selena dengan lembut, damn! Seketika aku berlari meninggalkan mereka yang sedang asik, seperti dunia hanya milik mereka berdua.
***
Sakit hati ini, sungguh sangat sakit, seperti luka yang disayat oleh silet dan menambah luka, membuatnya semakin luka, harus kuceritakan pada siapa kegundahanku ini? Tak ada yang bisa mendengar kegundah-gunalanku ini, Lando! sepertinya hanya dia orang yang bisa memberi nasihat baik kepadaku, harus kutemui dia, harus!. Kuhampiri kamarnya, kupanggil dia “Lando.. lo ada di kamar?” seseorang dengan muka tirus, tapi tampan menghamiriku, “Landonya sedang keluar dulu, apa mau nunggu?” jawabnya “Lo temen kelasnya Lando ya?” “Bukan, gue temen kosannya” tuh kamar gue, menujuk kearah kamarnya “Jadi lo baru dateng ya? Bererti kita satu kosan dong?” “Oh, jadi lo anak baru itu ya? Tadi Lando juga cerita tentang lo kok...” “nama lo siapa? Gue Philip...” “Gue Shane, sini masuk...” ajaknya, aku pun masuk ke kamar Lando, cukup lama tak ada percakapan diantara kami, “kamar Lando nyaman ya?” membuka keheningan yang cukup lama terjadi “Iya, gue aja betah kalo diem di sini” kuperhatikan pakaian yang dia kenakan, sepertinya pria yang sangat memperhatikan penampilan sekali kasual, namun santai, dan agak terbuka di bagian dada, metroseksual. Setelah beberapa menit Lando datang, “Eh, ada Philip, udah kenalan kan?” “Udah kok...” “Ada apa Phil, tumben maen ke kamar gue?” “Biasanya juga gue maen ke sini kan? Tadinya ada yang mau diobrolin, tapi nanti aja deh” “Wah, jangan-jangan karena ada gue ya?” tanya Shane “Bu...bukan kok, nyantai aja, ga penting-penting amat kok” meyakinkan, walaupun aku sangat butuh untuk didengarkan, sebenarnya aku bisa saja curhat sekarang juga, namun tidak enak kepada Shane nanti dikiranya aku sok dekat dengannya, padahal baru kenalan. Kuurungkan niatku.
Matahari sudah kembali keperaduannya, diam di dalam kamar membuatku lapar, berniat untuk mencari makan, akan kuajak Lando dengan Shane untuk mencari makan, mudah-mudahan mereka mau menemaniku, pintu kamar Lando sedikit terbuka, kulihat di dalamnya ada Shane, sepertinya mereka sedang berdekatan, apa yang akan kulihat ini apa mungkin... aku ketuk pintu kamarnya, “Maaf kalau gue udah ganggu!” aku berniat untuk pergi meninggalkan mereka “Phil, lo jangan salah sangka dulu... gue bisa jelasin” menarik tanganku “Sini masuk dulu kamar” “Gue ga mau ganggu lo kok, sorry...” ditariknya tanganku masuk ke dalam kamar tersebut “Gue lagi niup matanya Shane, lo jangan salah sangka dulu!” tapi tadi berbeda dengan apa yang aku lihat, bibirnya akan menyentuh bibir Shane tapi apa mungkin aku salah lihat? Mudah-mudahan saja ini benar, benakku “Oh, aku kira...” “mau berciuman?! Lo kita kita gay?” bentak Shane “Sorry... tadi kan gue salah liat, gue kan ga tau kalau lo lagi kelilipan” “Makanya, dengerin dulu penjelasan gue!” jelas Lando “Gue cuma mau ngajak kalian nyari makan aja kok, ada yang mau ikut? Gue laper banget nih...” “Wah, kebetulan kita udah makan tadi...” “Oh, ya udah kalo gitu gue nyari sendirian aja deh” selama perjalanan aku hanya merenung, bukan memikirkan kejadian yang tadi kulihat menurutku itu hanya kesalahpahaman saja, yang sedang  kupikirkan adalah kejadian sebelumnya, tentang Selena, itu yang sedang kupikirkan. “Hei, mau kemana?” tanya seseorang yang suaranya sudah tidak asing ku dengar, Selena! “Oh lo Sel, mau beli makan...” “Wah sama dong, yuk kita nyari sama-sama...” ajaknya, aku hanya bisa mengangguk saja, walupun batinku kesal tentang kejadian yang tak mungkin bisa kulupakan, namun dilain sisi aku senang karena bisa  bersama dengannya, tak ada percakapan diantara kita, aku sendiri bingung untuk memulai percakapan, “Tumben banget lo diem aja...” tanya Selena, memecah keheningan “Ah nggak, lagi ada yang dipikirkan aja...” “masalah cewe ya?” “Ah bukan kok” terangku, padahal jelas-jelas yang kupikirkan itu kamu, setelah sampai “Makan di sini aja ya? Sekalian kita cerita-cerita...” kami terlibat percakapan yang ngaler ngidul tak ada topik “Gue senenernya mau ngomongin sesuatu yang rahasia ke lo, mau denger ga?” “Oke, emang mau cerita apa?” “Sebenernya gue ga berani ngomong ini keorang lain, cuma ke lo aja, soalnya lo yang menurut gue bisa jaga rahasia...” ada perasaan bingung dalam diriku, sebenarnya apa yang akan ia katakan? Apakah dia sudah berciuman bibir, atau sudah tidak... ahhhhh! Pikiran yang negatif, “Apa?” “Lo tau temen cowo gue yang suka bareng ama gue?” “Yang mana?” “Itu yang putih tinggi, dan proposianal?” “Oh dia, tau tau, emangnya kenapa?” “Gue suka ama dia, cuma...” seketika gue lemas, suka? Suka? Kmu bilang suka? Kamu tau kan aku suka kamu? Kenapa sih nggak jaga perasaan banget!, benakku “Cuma apa?” “Dia nggak suka ama gue, gue udah nyatain perasaan gue ke dia...”  “What... lo ditolak? Lo nembak dia?” sudah dicium namun ditolak juga? Dasar pria brengsek! Batinku menggerutu, “Emangnya dia udah punya cewe lain ya?” tanyaku meyakinkan “Belum sih, dia lagi deket sama temennya yang lain, dan lo tau siapa?” “Siapa?” antusias. Ada perasaan senang, namun juga kasihan kepada Selena, senang karena ternyata dia belum jadian, malahan ditolak oleh pria brengsek itu jadi aku ada kesempatan untuk bisa dekat dengannya, kasihannya, kenapa ada orang setega itu terhadap waita secantik Selena menolaknya mentah-mentah “Jesse...” “Jesse? Cewe kelas mana? Jurusan apa ?” “Buka cewe! Dia cowo, sama kaya lo!” jelasnya, seketika nasi goreng yang kulahap sukses berhamburan kemana-mana “Ohok...ohokk... maksud lo apa?” tanyaku yang sedikit kurang paham akan perkataanya “Udah minum dulu sana!” setelah secangkir teh hangat menenangkanku, kembali ia melanjutkan ceritanya “Dia gay, sayang banget kan? Padahal dia ganteng banget, kenapa harus gay? Terus kenapa nolak gue dan gue cuma dijadiin adiknya aja?” ada perasaan bingung dalam pikiranku, teringat akan kejadian tadi tentang Lando, ah! Tapi lando dan Shane bukan gay! Kuhilangkan pikiran negatif itu dari dalam otakku “Ya udah ama gue aja lo, mau?” tanyaku usil “Apaan sih lo? gue masih belum bisa lupain dia tau, bagi gue walau pun dia gay, gue tetep suka dia...” “Ya sama halnya dengan gue, mau seberapa sukanya lo sama dia, tetep dihati gue cuma ada lo seorang...” “G.O.M.B.A.L!!!” “Serius!, gue serius, lo tau kan gue suka sama lo?, dari awal gue nyatain ke lo juga, gue serius, dan selalu seperti itu... lo tau, ketika lo bicara masalah cowo itu, siapa namanya...?” “Adi” “Ya Adi,  hati gue sakit baget, kaya ditusuk-tusuk seribu jarum, bahkan lebih, tapi gue tau karena gue sayang sama lo, gue rela ngedengerin curhatan lo, dan lo ga usah takut buat kehilangan cowo, karena pas lo butuh cowo, gue ada buat lo, selalu ada...” “Gombal!!!, udah ah, gue mau pulang dulu...” “Sel, dengerin dulu...” “Berapa nasi gorengnya bang?” tanya Selena kepada pedagang nasi goreng “sepuluh ribu neng”jelas abang tukang nasi goreng tersebut “Sel, tungguin gue, gue anter lo pulang...” “Ga usah ah! Gue udah bad mood nih, lo pulang aja!” bentaknya. Selena pun berlalu lenyap ditelan gelapnya malam.
***
Setelah kejadian itu Selena selalu menghindar bila bertemu denganku, sebenarnya apa salahku hingga ia menjadi sebegitu bencinya terhadapku, apa salah bila aku menunjukan rasa cintaku padanya? Apakah salah bila aku jujur tentang isi hatiku padanya? Wanita memang egois! Kenapa tidak jujur saja kalau memangnya tidak suka, jangan selalu membuat pria bertanya-tanya dan malah jadi tak karuan, itu yang ada dibenakku kali ini, di kelas pun dia selalu menghindar tiap kali kusapa dia, duduk pun semakin jauh dari kursiku. Apakah sebegitu bencinya dia terhadapku? Aku harus kuperbaiki masalah ini, ya!. Siangnya ketika kegitan perkuliahan usai aku menemuinya, kuajak ia berbicara empat mata “Sel, bisa kita bicara?” “.....” tak ada jawaban darinya “Plis Sel, jangan buat gue ngerasa bersalah gini, gue pengen kita kaya dulu lagi...” “Lo ga ngehargain gue, gue udah bilang kalo...” “Dan lo juga lebih ga ngehargain gue, lo tau gue suka ama lo, tapi kenapa lo ngehakimin gue dengan lu diem kaya gitu ke gue, ngehindar setiap gue ajak ngobrol, seenggaknya ada penjelasan kalo emang lo ga suka sama gue, supaya gue bisa tenang dan kita bisa temenan lagi kaya dulu, oke gue tau gue salah waktu malem itu, tapi itu kan hanya ungkapan rasa suka gue aja ke elo, plis Sel gue ga mau kita diem-dieman kaya gini terus, ya walaupun lo ga suka ama gue toh kita bisa jadi temen kan? Tetep deket? Gue lebih rela kalo lo nolak gue tapi kita tetep temenan daripada kaya gini ga karuan...” Selena terdiam, menangis... God! Kenapa wanita kalo ada masalah berakhir dengan tangisan? “Sel maafin gue... gue ga bermaksud buat nyakitin perasaan lo, oke kalo lo mau kita diem-dieman kaya gini, tapi pliss jangan nangis, gue ga tega liat lo nangis depan gue...” Selena pergi meninggalkanku dengan sejuta kebingungan dalam benakku.
***
Kali ini aku harus bisa curhat dengan Lando tentang masalahku ini, harus ada tempat peraduan bagiku, harus ada orang yang memberi solusi akan masalah percintaanku ini. “Lando, lo ada dikamar?” “Ya... sebentar...” pintupun terbuka, ternyata lando tidak sendiri ada Shane di kamarnya, namun masalah yang ada diotakku sudah sangat sulit aku bendung, aku harus menceritakan ini semua walaupun ada Shane “Hei, Phil kenapa lo? Kayanya bingung banget?” tanya Shane “Boleh gue curhat sam lo berdua?” “Ada masalah ya? Silahkan curhat aja...” akhirnya kuberanikan diri untuk mencurahkan isi hatiku ini, kegalauan ku tentang Selena yang membuaku bingung akan sikapnya “Jadi gue harus kaya gimana?” “Emang cewe itu susah ditebak ya? Gini salah, gitu salah...” ujar Shane, aku melirik kearah Lando, hanya ada senyuman hangat darinya, andaikan dia wanita pasti aku menyukainya, “Kenapa lo ga coba ini aja?” mengeluarkan sesuatu dalam saku celananya “A...apaan tuh?” “Mau ga?” “Gila ya lo? Gue ga pernah pake barang kaya gituan!” “Ya uadah kalo ga mau gue ga balakan maksa, ini cuma sekedar penghilang stres aja, ya walaupun cuma sesaat” terangnya “Apa mau ini?” tanya Lando sambil menuangkan minuman dalam gelasnya, “Tenang, ini bukan alkohol kok, coba cium aja wanginya...” kucium aroma dalam gelas itu, pisang, seperti bau pisang, kucoba meminumnya dan.
***
Aku terbangun, sepi, di mana Lando dan Shane? Aku melirik arah jarum jam, pukul 07.30 pagi, dan aku harus segera bangun untuk pergi kuliah namun ketika kusadar, aku telanjang! Tak ada sehelai kainpun dalam tubuhku, aku bingung, kaget, akan kutanyakan ini kepada Lando, apa maksud semua ini? Kukenakan pakaianku dan pergi kekamarku “lo udah dikerjain sama mereka!” seseorang dari belakang menjelaskan “Jhon, maksudnya apa?” “.....” segera meninggalkan Philip “Jhon! Apa maksudnya?” bentakku “Mandi sana! Nanti juga kamu tau!” dengan tatapan dinginnya, selalu menjengkelkan. Kuambil handuk, dan alat mandi yang lainnya, namun ketika aku mandi, dan berniat untuk buang air besar, rasa sakit muncul, aku sadar, aku telah disodomi!. Kurang ajar! Apa maksud mereka melakukan ini terhadapku? Lando yang terlihat alim dan baik, ternyata busuk!, “damn!” teriakku. Siangnya aku kuhampiri kamar Lando dan berniat menghajarnya langsung ketika dia membuka pintu dan alhasil rencanaku berjalan mulus bogem mentah berhasil mendarat di pipi kiri pria berkacamata tersebut, namun seseorang dari belakang menyergapku sehingga aku tidak dapat bergerak di masukannya aku ke dalam kamar Lando dan bogem mentah pun berhasil mendarat di perutku, sakit tentunya tapi ini tidak seberapa sakit dengan malu yang kuderita atau virus yang akan mengidapku nantinya bila memang itu terjadi kepadaku, Shane masih menahanku, Lando mencoba memerikan suntikan kepadaku “Hey, apa yang akan lo lakuin?” bentakku “Udah diem aja lo, nanti juga lo bakalan suka kok!” jawab Shane sambil menjilat kupingku “Arrrggghh!! Jangan coba-coba ya? Awas...!!” alhasil mereka kembali berhasil membuatku tak berdaya terkapar dilantai penglihatanku kabur, Shane membuka celananya, dan aku kehilangan kesadaran.
***
Lagi-lagi aku terbangun dengan tanpa sehelai benang pun dari tubuhku, aku merasa seperti orang yang kotor dan hina, aku jijik dengan diriku sendiri, aku bingung, galau, stres dan muak kuambil baju yang tergeletak di lantai kuberlari ke kamarku, dan mengunci pintu, seharian aku tidak keluar kamar hanya merenungi segala sesuatu yang menimpaku, aku benci Lando!, aku benci Shane!, aku benci Selena!, aku benci diriku sendiri!, aku benci kaum gay!, aku benci dunia ini!, hidupku seperti sudah tidak ada artinya lagi, aku ingin mati saja tak ada yang bisa diharapkan lagi dari seorang yang kotor seperti aku, aku terdiam, mataku sembab, kutatap di pojok sudut kamarku, terpajang bingkai coklat tua, bergambarkan Ibu, Ayah dan ketiga adikku, aku jadi teringat perjuanganku yang ingin bisa kuliah hingga menjual televisi satu-satunya untuk biaya hidupku di sini, tapi aku tidak sadar akan hal itu, aku melupakan tujuan awalku datang kemari, aku melupakan itu, kuliah, dan meraih gelar sarjana. Aku harus bisa melupakan ini semua dan memulai sesuatu yang baru, menjadi diriku yang baru, aku pasti bisa!.
Hari demi hari telah kulewati, Bulanpun sudah kuarungi kini masa kuliahku menginjak tahun keempat, sejak tiga tahun terakhir, aku pindah kosan bersama sahabatku Jhon, akhirnya aku bisa menjadi teman baik walau pun memang sikapnya yang dingin dan cuek tapi dia lebih baik daripada yang lainnya meski pun butuh perjuangan yang ekstra untuk bisa menjadi akrab. Dengan semangat dari kedua orang tuaku, aku mulai melupakan masalah yang pernah terjadi, melupakan Lando, Shane, Selena, dan semua kenangan pahit bersama mereka, aku ingin menjadi orang yang berbeda dan lebih baik tentunya, nilai-nilai ku pun memuaskan karena usaha yang cukup keras untuk bisa membahagiakan orang tuaku, tak mau aku menyia-nyiakan pengorbanan orang tuaku yang sudah susah payah membanting tulang untukku dan ketiga adikku yang masih kecil-kecil, untuk urusan asmara, kini aku menemukan sesuatu yang jauh lebih baik, walau pun ia tidak secantik Selena namun aku jauh tegila-gila kepadanya, gadis yang selalu memberiku motivasi dan semangat dalam belajar, Karen, itulah namanya.
***
Hujan seperti segerombolan prajurit perang yang siap menyerbu, terlihat banyak sekali orang berlari ketakutan bukan karena takut diserang, atau takut mati, melainkan takut kepada satu kata “basah” dan itu pun terjadi kepadaku, karena hujan ini akan membuat hancur, karena bahan skripsiku berada didalam tas yang gampang menyerap air, aku pun berteduh di sebuah halte, teringat kejadian tiga tahun lalu, aku tersenyum, kali ini aku menganggap ini semua sebagai pengalaman yang tak akan kulupakan, hujan semakin deras aku masih asyik dengan lamunanku “Hai, Phil...” suara yang tak asing bagiku “Lando?” kaget, “Apa kabar lo?” “Ba...baik kok, lo sen..sendiri gimana?” sedikit gugup “Gue baik juga, gue mau minta maaf sama lo, dulu kelakuan gue sama Shane jahat banget sama lo, sekarang gue sadar, gue salah, salah banget malah...” “Udahlah, udah gue lupain kok, gue anggap sebagai pengalaman berharga aja, oh ya, sekarang lo gimana? Udah kerja?” “.....” hening terlihat Lando meneteskan air mata “Lando, lo kenapa? Kok nangis?” “Ah nggak...” mengusap air mata di pipinya “Gue di DO, kuliah gue ancur, gue ga kerja, ga ada yang mau nerima orang sakit kaya gue!” “Jangan gitu dong, ga mungkin ga ada, coba aja lo usaha lebih keras pasti dapet kok nanti juga...” menenangkan “gue kena HIV/AIDS Phil, udah ga ada harapan lagi buat gue, gue udah pasrah ama hidup ini, gue diusir di rumah” memang terlihat sekarang tubuhnya sudah lebih kurus dan tak terurus lagi, aku simpatik terhadapnya “Kenapa lo nggak ke Shane aja? Di mana dia sekarang?” “.....” “Land...” “Dia sudah meninggal, sama sepertiku terjangkit virus brengsek ini!” “Sabar ya?” hujan sudah menghilang menyisakan dingin yang amat sangat, aku harus segera pergi untuk memberikan bahan skripsi ini kepada dosen pembimbingku. “Lando, kayaknya gue harus pergi dulu ya? Sorry banget gue tinggalin” “Iya ga apa-apa aku juga lagi nunggu bus kok...” “See you next time...” “Ya...” aku pun pergi meninggalkan Lando yang termenung sendiri.

Burung berkicau dengan riangnya memberikan kedamaian bagi siapa saja yang mendengarnya. Hari ini aku berniat untuk membeli bunga untuk Karen, aku berencana untuk mengajaknya Dinner nanti malam “Berapa ini bu bunganya?” menunjuk bunga mawar yang merah merekah “Dua puluh ribu mas” “Saya ambil satu ya?” sebuah koran bekas yang terselip diantar bunga membuatku penasaran untuk membacanya, halaman satu tak ada yang bagus kubuka halaman berikutnya, mataku terbelalak ketika melihat halaman kedua yang menceritakan “sesosok mayat ditemukan menggantung di gudang tembakau yang sudah tidak di gunakan lagi, setelah diotopsi diduga orang tersebut depresi karena terkena HIV/AIDS. Mayat tersebut bernama Orlando Kevin Nugroho dan polisi akan segera menghubungi pihak keluarga yang merasa kehilangan anggota keluarganya tersebut” jantungku seolah berhenti berdebar, pikiranku kacau padahal seminggu yang lalu baru saja aku bertemu dengannya, aku pun tahu kondisinya, namun kenapa ia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan gantung diri? pikirannya sedang kacau kala itu, ada perasaan menyesal dalam benakku, kenapa waktu itu aku tidak menolongnya? Menyemangatinya untuk menghadapi hidup dengan penuh keyakinan, tapi inilah jalannya, ia memilih jalan yang menurutnya benar, namun sangat salah di mata Tuhan. Hidup itu akan indah bila kita selalu menhargainya, masalah-masalah yang terjadi merupakan rasa lain yang akan menambah nikmatnya hidup ini dan bermimpilah, karena mimpi adalah semangat hidup.

Galih Maulana Septian, 19 Mret 2012

0 Curcolll:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...